Saya toh dulu pernah akrab dengan seseorang, lewat
hp saja sich, ngak pernah ngelihat orangnya. Dia mengaku bernama Lia. Sempat
beberapa hari kami sms-an. Lewat sms, dia manggil saya kakak. Tidak ada
hubungan apa-apa, kami hanya sebatas pertemanan biasa. Teman sms. Waktu itu, sebelumnya,
nomornya pernah nyasar ke hp Aku. Katanya sich salah tekan tombol. Ia pun minta
ma’af. Dan akhirnya kami akrab.
Pada suatu hari, Lia menghubungi saya dengan sms,
“kak, gie di mana?” katanya memulai sms
“di kost,” balasku.
“kak, ini nomor punya temanku”
“itu yang kakak pakai itu” jelasnya lagi.
Aku kaget. Kok,
bisa-bisanya dia bilang nomor yang saya pakai adalah nomor punya temannya. Wong
orang belinya udah lama di ponsel. Hamper 1 tahun setengah. Terus Aku tanya
kepada dia. Aku penasaran apa sih maksudnya itu?
“Terus, gimana maunya?” Pancingku untuk memastikan apa
maksudnya.
“ma’af yach kak, tolong berikan hp yang kakak
pakai itu! Itu punya temanku,” katanya
Wah, ini
anak keterlaluan banget. Gerutuku dalam hati. Enak saja mengatakan nomor dan hp
yang ada pada tanganku punya temannya. Padahal, dia tidak pernah melihat hp
seperti apa yang ada padaku. Ini anak sembarangan banget ngomongnya. Hmmm
seandainya dia ada di sini, aku buktikan, bahwa ini hp aku beli di ponsel 1
tahun sengah yang lalu. Baru, masih sigel, dan bukti pembeliannya pun juga ada.
Aku menjadi
kesal. Aku benci. Rupanya itu anak mau mempermainkan aku secara halus. Aku pun
mengambil hp-ku kembali, dan membalas sms itu anak.
“enak saja, ini nomor dan hp, gue beli udah
lama buangeett…. Memangnya kamu punya bukti apa mengatakan ini, yang ada pada
tangan gue punya teman kamu?” sms-ku nadanya mulai berubah, agak
sedikit tegas dan kasar. Aku terbawa emosi olehnya. Padahal, sebelumnya aku
tidak pernah ngirim sms seperti ini kepadanya.
Sesaat aku
tunggu belum ada balasan dari anak yang ngakunya bernama Lia itu. Aku tidak mau
lagi menunggu. Aku mau tuntaskan ini semua. Akhirnya, aku pun mengirim sms
kembali kepadanya,
“Kamu jangan menuduh saya macam-macam ya…. Aku
bisa saja melaporkan semua ini kepada polisi dan menuntut kamu ke pengadilan.
Karena kamu, secara halus, telah menuduh saya yang bukan-bukan.” Jelasku tegas sembari menunggu
balasan sms-nya kembali.
Tapi, Setelah
itu, jam demi jam telah berlalu, tak ada satu balasan smsnya pun yang masuk.
Akhirnya aku coba menghubunginya lewat panggilan suara. Yach… nomornya tidak
aktif. Tidak aktif, tidak aktif, terus tidak aktif. Hingga nomornya tidak bisa
dihubungi untuk selamanya alias terblokir.
Rupanya itu
anak, yang ngakunya bernama Lia sadar atau membayangkan bahwa yang dia hadapi
bukan anak kecil. Bukan orang biasa. Mungkin, (ma’af ini menurut saya saja
yach… hee) dia menganggap saya ini, yang mau dia kelabui ini, bukan orang sembarangan.
Hmm… apa dia menyangka gue orang berduit? Bos? pejabat? Akademisi/Praktisi hukum?
Cendekiawan? Advokat/pengacara?.... hahaaaa lucu yach. Terserah, apa pun
sangkaannya dulu. Yang penting dia kapok. Ngak ganggu hidup Aku.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !